Rabu, 24 Maret 2010

Siaran Pers No. 36/PIH/KOMINFO/3/2010 tentang Respon Kementerian Kominfo Terkait Keputusan Final Pemerintah Dalam Pembahasan Masalah Menara Telekomuni


(Jakarta, 21 Maret 2010). Setelah sempat cukup menyita waktu pada beberapa minggu terakhir ini dalam perdebatan di berbagai media massa mengenai masalah boleh atau tidaknya pihak asing terlibat dalam penyediaan menara telekomunikasi, pada akhirnya pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa telah menyampaikan sikap final resmi pemerintah, yang intinya penyediaan menara telekomunikasi sepenuhnya tertutup untuk asing. Keterangan tersebut disampaikan seusai rapat koordinasi di Kantor Menteri Koordinator Perekonomian pada tanggal 19 Maret 2010 sore, yang di antaranya khusus mentutaskan di antaranya masalah boleh atau tidaknya asing dalam penyediaan menara telekomunikasi sebagai satu-satunya agenda yang belum tuntas bagi revisi Peraturan Presiden tentang DNI (Daftar Negatif Investasi).

Kementerian Kominfo menyambut positif atas keputusan tersebut. Ini bukan kalah atau menang, karena esensi dasar yang menjadi sikap BKPM pun tetap direspon positif oleh Kementerian Kominfo, yang intinya adalah bahwa investasi di bidang percepatan pembangunan menara telekomunikasi tetap harus diperhatikan untuk menunjang perbaikan iklim investasi di Indonesia. Sejak pembahasan revisi DNI itu muncul dan melalui proses finalisasi, Kementerian Kominfo tetap memiliki standing point yang sangat jelas dan tidak berubah, yang mengarah pada kondisi, bahwa tidak perlu dibukanya penyediaan menara telekomunikasi dari unsur investasi asing. Hal ini terutama merujuk pada Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi dan juga Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan Kepala BKPM tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi No. 18 Tahun 2009, No. 07/PRT/M/2009, No. 19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No. 3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.

Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008, khususnya Pasal 5 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan menara sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing. Lebih lanjut juga disebutkan pada ayat (2), bahwa penyedia menara, pengelola menara atau kontraktor menara yang bergerak dalam bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) adalah Badan Usaha Indonesia yang seluruh modalnya atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri. Demikian pula yang terdapat pada Peraturan Bersama, khususnya Pasal 5 ayat (4) yang menyebutkan, bahwa penyedia menara telekomunikasi yang bukan penyelenggara telekomunikasi, pengelola menara atau jasa konstruksi untuk membangun menara merupakan perusahaan nasional.

Bagi Kementerian Kominfo, keikut-sertaan asing di dalam industri telekomunikasi merupakan suatu fenomena yang sudah cukup umum, seperti misalnya diindikasikan pada kepemilikan saham asing yang cukup besar porsi prosentasenya sekalipun di sejumlah penyelenggara telekomunikasi. Investor asing tersebut tidak dapat dihindari masuk industri telekomunikasi di Indonesia mengingat di antaranya keperluan teknologi dan padat modal pada jangka panjang. Bahkan pemegang saham lokal kadang cenderung sering menjual saham kepada investor asing akibat kebutuhan investasi secara berkelanjutan. Namun demikian, kesemuanya itu tentu ada pembatasannya dan itulah kemudian sebabnya diatur batasannya di dalam Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, yang kemudian direvisi dengan Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 tentang tentang Perubahan Atas Perpres No. 77 Tahun 2007. Ini belum terhitung dengan cukup banyaknya vendor asing yang secara komersial turut meramaikan penyediaan perangkat telekomunikasi di Indonesia.

Akan tetapi, sudah sewajarnya pula Kementerian Kominfo memberlakukan aturan pembatasan yang proporsional terhadap keikut-sertaan asing. Tujuannya sama sekali bukan anti asing (sama sekali tidak ada maksud untuk melarang kehadiran Amertican Tower dari AS, Gulf Tower dari Timur Tengah ataupun Tower Vision dari India), tetapi semata-mata untuk mendorong agar industri dalam negeri pun tetap dapat tumbuh dan berkembang secara kompfetitif dan proporsional tanpa harus terjadi praktek monopoli. Sejauh ini sudah ada beberapa regulasi dan kebijakan Kementerian Kominfo yang cenderung pro industri dalam negeri, seperti misalnya dalam penyertaan produk domestik di layanan 3G secara bertahap, demikian pula sebentar lagi dengan layanan BWA, serta juga dalam pengenaan preferensi open source di penyediaan akses internet kecamatan yang baru saja selesai proses tendernya. Kesemuanya itu masih dalam proporsi yang terbatas, bertahap dan tidak bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam WTO.

Demikian pula dengan masalah menara telekomunikasi, yaitu selain mengacu pada Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 dan Peraturan Bersama yang telah ditanda-tangani oleh Menteri Kominfo, Menteri Dalam negeri, Menteri PU dan Kepala BKPM tertanggal 30 Maret 2009, juga karena sektor industri dalam negeri sejauh ini sudah well-prepared dan well-performed dalam penyediaan menara telekomunikasi, baik dari aspek teknis, SDM, penyediaan material dan financing melalui perbankan, yang kesemuanya ini masuk dalam skema pekerjaan infrastruktur SITAC- CME (Site Acquisition – Civil, Mechanical and Electrical). Di samping itu, seandainya pun asing berkeinginan turut-serta dalam penyediaan menara telekomunikasi masih dimungkinkan tetapi bukan melalui jalur penyedia menara telekomunikasi yang non penyelenggara telekomunikasi, melainkan melalui penyedia yang merupakan penyelenggara telekomunikasi. Hal ini penting diketahui, karena menurut Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 dan Peraturan Bersama, maka penyediaan menara telekomunikasi dimungkinkan dilakukan oleh penyelenggara telekomunikasi dan atau juga penyedia menara yang bukan penyelenggara telekomunikasi. Hanya saja, kecenderungannya sekarang adalah, bahwasanya menara telekomunikasi yang sudah cukup lama dimiliki oleh penyelenggara telekomunikasi ada sebagian yang dijual kepada pihak lain, dan penyelenggara telekomunikasi cenderung lebih convenient dengan system sewa dari penyedia. Konteks penyedia menara yang non penyelenggara telekomunikasi inilah yang diputuskan pada tanggal 19 Maret 210 yang lalu sudah resmi dinyatakan tertutup untuk asing.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah, bahwasanya keikut-sertaan asing dalam penyediaan menara telekomunikasi tetap dimungkinkan dalam bentuk penyediaan perangkat telekomunikasinya mulai dari penyediaan feeder dan antenna (antena transmisi radio microwave yg menghubungkan antar BTS atau pun BTS dengan Base Station Controller, antena BTS itu sendiri serta BTS dan antena nya yang dihubungkan oleh feeder. Ini belum lagi dengan kebutuhan shelter sebagai ruangan tempat perangkat telekomunikas seperti BTS, IDU (Indoor Unit) Radio Transmisi Microwave dan lain sebagainya. Perangkat-perangkat tersebut pada umumnya penyediaannya oleh sejumlah vendor asing seperti misalnya Ericsson, Alcatel-Lucent, Nokia Siemens, Motorola, Nortel Networks, ZTE, Huawei dan lain sebagainya.

Kementerian Kominfo juga mempunyai pertimbangan lain yang mendorong tertutupnya asing di penyediaan menara telekomunikasi ini, yaitu dari aspek sosial. Sebagaimana yang sering terjadi di berbagai daerah ketika muncul persoalan perubuhan menara telekomunikasi dan salah satu masalah cukup signifikan di awal tahun 2010 ini adalah dari kasus Badung, maka dengan menurut dari sektor asing ini minimal dapat memperkecil potensi konflik penyediaan menara telekomunikasi. Dalam arti, ketika seperti saat ini masih tertutup dari asing, terjadinya potensi persengketaan tetap tinggi, apalagi jika dibuka meski dalam porsi yang masih terbatas untuk asing. Pesan yang ingin disampaikan Kementerian Kominfo adalah, bahwasanya meskipun Kementerian Kominfo sering menghadapi persoalan dengan beberapa Pemda tertentu dan tidak ingin eskalasinya melebar, tetapi di sisi lain ada komitmen untuk member peran cukup besar pula bagi Pemda untuk turut serta dalam memfasilitasi penyediaan menara telekomunikasi sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan anti monopoli dan sejumlah ketentuan lain yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 dan Peraturan Bersama.

Dan terakhir, yang menjadi salah satu pertimbangan Kementerian Kominfo untuk tetap dengan standing point-nya tersebut adalah karena era saat ini dan depan bukan lagi percepatan pembangunan menara telekomunikasi secara kuantitatif, tetapi kecenderungannya adalah justru pada aspek efektivitas dan efisiensi terkait dengan kebutuhan menara telekomunikasi yang hukumnya adalah wajib sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 dan Peraturan Bersama, jadi bukan satu penyelenggara telekomunikasi membangun untuk dirinya sendiri melainkan harus sharing atau menyewa dari penyedia dan itu pun harus untuk penggunaan bersama. Dengan demikian, penyedia menara telekomunikasi tetap dituntut untuk melakukan percepatan pembangunan namun tetap mengutamakan efisiensi menara bersama.

—————
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id, Tel/Fax: 021.3504024).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar